Mengenal Lebih Dekat Guru Oong Maryono
Guru O’ong Maryono lahir di Bondowoso, Jawa Timur, pada 28 Juli 1953. Nama aslinya adalah Sumaryono, tetapi sejak kecil sudah biasa dipanggil oleh teman-temannya dengan nama panggilan “O’ong”.
Sejak kecil beliau sangat meminati dunia beladiri. Karenanya sejak umur 9 tahun ia telah mempelajari pencak silat Madura dan Bawean serta berlatih seni beladiri Kuntao. Guru pertamanya adalah sang Kakek sendiri, Bapak Matrawi yang mengenalkannya kepada aliran Macan Kumbang, dan berikutnya beliau menjadi anggota Elang Putih di bawah Guru Handoko.
Ketika pencak silat diakui sebagai mata lomba dalam cabang olahraga beladiri di tahun 1973, Guru O’ong Maryono memulai bertanding dan memenangkan berbagai kejuaraan daerah mewakili Kabupaten Bondowoso.
Pada tahun yang sama, beliau pindah ke Jakarta dan berlatih ragam ilmu beladiri lainnya seperti Karate, Judo, Aikido, Ju Jitsu, dan Tae Kwon Do selagi tetap memperdalam latihan pencak silat di perguruan Keluarga Pencak Silat (KPS) Nusantara dengan Pendiri KPSN Guru Muhammad Hadimulyo dan Guru Bambang Anggono..
Dalam rentang tahun 1979 sampai 1987, Guru O’ong Maryono mendominasi kompetisi pencak silat nasional dan internasional. Di antara prestasi internasional yang diraihnya, beliau dua kali menjadi juara dunia pencak silat di kelas bebas pada tahun 1982 dan 1984 dan memenangkan juara pertama dengan meriah medali emas dalam kategori yang sama di SEA-Games ke XIV yang diselenggarakan tahun 1987 di Jakarta. Beliau juga sukses sebagai olah-ragawan beladiri pada kejuaraan nasional Tae Kwon Do pada tahun 1982-1985 dengan mendapat gelar juara di kelas berat.
Setelah mengakhiri kariernya sebagai atlit karena usia. Guru O’ong Maryono bermain di film bela diri Indonesia seperti Tutur Tinular, Jaka Swara, and Saur Sepuh, dan mulai melatih di luar negeri. Beliau bertugas sebagai pelatih internasional untuk tim nasional Brunei Darussalam, Filipina, dan yang terakhir di Thailand. Dia juga berlatih dan membuka cabang perguruan silatnya sendiri, KPS Nusantara, di negara-negara tersebut maupun di Belanda, Itali, dan Jerman.
Tidak hanya sebagai pelaku, Guru O’ong Maryono juga berkiprah sebagai ilmuwan. Pada awal 90-an, Guru O’ong Maryono mendalami profesi baru sebagai penulis lepas dan peneliti seni-seni bela diri. Pada tahun 1998, beliau menerbitkan buku berjudul “Pencak Silat Merentang Waktu” yang berisi mengenai pencak silat dari aspek sosial-budaya dan perkembangannya dalam sejarah, Buku ini juga diterjemahkan ke dalam Bahasa Inggris sebagai “Pencak Silat in the Indonesian Archipelago“. Kedua versi buku ini mendapat pengakuan publik yang luas dan telah menjadi sumber utama pengetahuan tentang pencak silat di Indonesia maupun di luar negeri. Sebelum meninggal, beliau juga menyiapkan naskah panduan bergambar jurus-jurus silat KPS Nusantara yang kini telah diterbitkan dalam bahasa Inggris berjudul “Pencak Silat for Future Generations“. Beliau juga aktif di media sosial pertama di tahun 2000an dengan forum interaktif di websitenya, dan sejak 2009 dengan halaman di facebook.
Dalam bidang organisasi, Guru O’ong Maryono bertanggung jawab sebagai humas pada Federasi Pencak Silat Internasional (PERSILAT) dan menjadi Pendiri dan Pembina pada Lembaga Pengembangan dan Pelestarian Budaya Indonesia. Dalam usahanya untuk menjaga dan mengembangkan pencak silat sebagai warisan budaya Indonesia, beliau kerap mencetuskan dan menginspirasi banyak kegiatan, termasuk mendirikan bersama teman-teman lain Forum Pecinta dan Pelestari Silat Tradisional (FP2ST) dengan forum internet Sahabat Silat dan juga mendukung Paseduluran Angkringan Silat (PAS)dan Tangtungan Proyek dalam penyelenggaraan Festival Pencak Silat Malioboro dan kegiatan-kegiatan lain untuk mempromosikan pencak silat.
Semasa hidupnya, Guru O’ong Maryono juga mendapatkan berbagai jabatan di perguruaanya KPS Nusantara, terakhir sebagai Ketua Bidang Internasional. Atas peran sertanya dalam turut mengembangkan dan mempromosikan KPS Nusantara termasuk dengan prestasi nasional dan internasional dan dengan mendirikan cabang-cabang KPS Nusantara di dalam maupun di luar negeri pada hari ulang tahunnya sekaligus hari berdirinya perguruan tepat 28 Juli 2012, beliau diberikan tingkat kehormatan tertinggi di KPS Nusantara dengan dianugerahi sabuk putih sebagai Pendekar Paripurna/Dewan Guru.
Setelah setahun lebih bertarung dengan gagah melawan kanker usus buntu, beliau menghembuskan nafas terakhirnya di Singapura pada 20 Maret 2013 dipeluk oleh istrinya, Rosalia (Lia) Sciortino dan didampingi keluarga dan teman-teman. Pengakuan atas kependekaran yang sejati disampaikan oleh murid-murid dan penggemarnya dari berbagai belahan dunia dengan ungkapan belasungawa dan rasa kehilangan serta cinta kasih mereka kepada Almarhum yang tidak henti. Setahun kemudian, O’ong Maryono Pencak Silat Award didirikan sebagai tanda penghormatan atas jasanya dan untuk mendukung pelestarian dan pengembangan pencak silat sesuai mimpinya.
Komentar
Posting Komentar